Perjalanan Masih Panjang (Tamat)

Aku merasakan sakit di kepala, saat kucoba mengerakannya. Suara yang kukenal mencoba menenangkanku. "Jangan bergerak dulu, kalau masih terasa sakit kepalanya."

Rupanya itu adalah suara Mas Daren. Tunggu bukannya aku sedang berada di atas aspal? Atau itu hanya mimpiku saja. Kucoba buka mataku dan seberkas cahaya lampu menyilaukan mataku, dengan paksa kuangkat kepalaku agar dapat melihat sekelilingku. Benar saja aku tidak sedang berada di atas aspal apalagi di rumah sakit, melainkan di dalam kamarku sendiri.

Raut Mas Daren terlihat sedikit khawatir, ada bapak juga duduk di sampingnya, tapi di mana ibu? Seakan mengetahui siapa yang sedang kucari, bapak angkat bicara. "Ibumu sedang memanggil Pak Mantri, sebentar lagi tiba."

Aku menghela nafas, dan tak terasa air mata keluar begitu saja tanpa diminta.

"Kenapa, Nak?" Tanya bapak, terdengar keresahan dalam suaranya. 

"Aku sebenarnya sudah menolak permintaan Mas Daren untuk mengantar pulang Kak Rara, di perjalananpun motor yang kukendarai mulai oleng karena tersengol kaca spion mobil yang hendak kusalip. Tiba-tiba saja sebuah truk besar di lawan arah membunyikan klaksonnya, seketika itu juga aku panik dan terlempar ke tengah jalan, tapi tidak dengan motor dan Kak Rara, yang terlindas ... "

"Stop! Hentikan, tidak perlu kau ceritakan lagi. Aku cukup menyesal telah bertengkar dengannya hari itu, seandainya saja juga aku tidak menyuruhmu untuk mengantarkannya. Aku bersalah ... Aku menyesal, aku menyesal Rara. Maafkan aku, Rara ... Maafkan aku,"

Dalam kamar ini, aku, bapak dan Mas Daren hanya menangis terisak, menyesali yang sudah terjadi. Mas Daren terlihat lebih terpukul kali ini, dirinya kerap kali membenturkan kepalanya ke dinding. Bapak mencoba menghentikannya dengan menahan sekuat tenaga, namun tenaga bapak kalah kuat dengan Mas Daren.

Beruntung ibu tiba bersama Pak Darto, Mantri di desaku. Dengan bantuan Pak Darto, bapak mencoba mengangkat Daren, membawanya keluar dari kamarku. Setelahnya, Pak Mantri mengobati luka di kepalaku.




Setahun telah berlalu, aku tetap tinggal dan bekerja di Jakarta. Sebulan sekali pasti aku selalu menyempatkan diri untuk pulang menjumpai ibu, bapak dan Dira. Juga menjenguk Daren yang di rawat di rumah sakit jiwa. Aku merasa iba terhadapnya, penyesalannya tak kunjung selesai. Dirinya selalu saja meneriakan nama Rara. Jangankan diriku, ibupun merasa pilu hatinya melihat putera pertamanya harus menjalani perawatan di sini.

Tapi kehidupan harus terus berjalan, karena perjalananku masih panjang. Maafkan aku, Mas. Andai saja waktu dapat diputar kembali, mungkin aku akan memilih untuk menolak suruhanmu menggantarkan Kak Rara.


*Tamat*




#30DWCJILID13
#30DWC
#SQUAD 7
#DAY 11


*kredit foto : google

Comments