Black Boy dan Musik

Black Boy adalah anak lelaki satu-satunya dari Emak Martina, Bapak Erlan sudah lama meninggalkan dunia sejak Black Boy berusia empat tahun. Sejak itulah Black Boy hanya tinggal berdua dengan Emak Martina di kota yang penuh dengan gedung tinggi yang mencakar langit.

Masuk usia remaja, Black Boy mulai menyukai musik seperti almarhum Bapak Erlan. Namun minatnya itu terhalang oleh emak. Emak Martina tidak ingin anak lelaki satu-satunya itu mengikuti jejak langkah suaminya menjadi pemusik dan meninggal secara tragis oleh penggemar tercintanya, ditikam tepat di pusat hidupnya.




Senja telah memperlihatkan warna khasnya di langit, bagaikan cat berwarna oranye yang dituang merata. Black Boy baru saja pulang dari kampusnya, tubuhnya merasa lelah dan sedikit lapar. Tadi hanya sempat menganjal perut dengan Bebek madura dan es jeruk di kantin.

Masuk ke dalam rumah bukannya memberi salam, Boy malah menanyakan emak masak apa, "Emak, gak masakkah dirimu hari ini?" teriak Boy dari ruang tamu. 

Emak yang sedang asik menonton sinetron yang tak kunjung selesai tayangnya lantas mematikan televisi, demi dapat mencurahkan perhatian ke anak lelaki kesayangannya. "Masaklah, demi anak gantengku ini," Emak Martina berdiri berjalan ke dapur, seakan membuka jalan bagi Boy untuk mengekorinya.

Disuguhilah di meja makan, sayur asem, ayam goreng, sambel goreng, dan tahu goreng. Boy saja terpana dengan masakan emak yang begitu mengoda liurnya, tanpa aba-aba Boy langsung menikmati makanannya. Emak tersenyum memandangi anak lelakinya menyantap dengan lahap, dalam hati sebenarnya Emak Martina rindu dengan cintanya yang sudah lama pergi. Memandangi Boy seperti sedang memandangi replika cintanya.

"Mak, aku dapat info di kampus. Mau ada kompetisi musik tahunan, aku ikutan ya, Mak. Hadiahnya lumayan besar bisa buat emak juga," Boy bicara dengan mulut masih penuh dengan makanannya.

Emak sedikit menahan emosinya supaya tidak terpancing oleh hal yang menyinggung masa lalunya. "Makanlah dulu, habiskan. Baru kau cerita!" 

"Kau kan tahu, Nak. Emak tak suka kau bermain musik, bernyanyi, berjoget atau apalah itu. Yang emak inginkan kau baik-baik saja menuntut ilmu, cepat wisuda, bekerja dan kemudian menikah." tutur emak setelah selesai menunggu Boy makan.

"Alamak, emak lupa atau bagaimana? Aku ini kan masih anak mahasiswa baru, semester satu pun belum selesai, Mak." jawab Boy seraya tertawa kecil, memperlihatkan barisan gigi putihnya. "Aku gak bakalan mati muda seperti bapak, Mak. Aku kan tidak setenar bapak."

Emak Martina menghembus napas kasar, sudah sering kali dirinya dan Boy selalu berakhir dengan pembicaraan yang menyinggung musik.

"Mak, Boy tahu emak kehilangan bapak. Tapi bukan berarti harus terus merundung seperti ini, Boy yakin kalau Boy tidak akan bernasib seperti bapak," dipijatnya pundak emak supaya tidak tegang. "Kan kalau emak yakin dan Boy berkendak pasti hasilnya akan klop."

Emak menghentikan tangan Boy yang sedang memijat pundaknya, seraya menariknya supaya Boy dapat berhadapan dengannya. "Nak, aku takut kehilangan. Cukup satu orang yang pergi, aku tidak ingin ada dua dalam keluarga ini. Kau mengerti? Emak sama berkendak juga denganmu, tapi kau tetap harus fokus dengan kuliahmu. Hidupmu masih bergantung sama emak, ingat itu. Kecuali kau sudah cukup mempunyai penghasilan, akan emak lepaskan kau."

Boy tersenyum, "Boy bisa mandiri, mak. Asalkan emak kasih kepercayaan ke Boy. Boy janji akan selalu menemani dan membahagiakan emak." Boy memeluk erat tubuh Emak Martina, tak lupa berdoa dalam hatinya untuk Bapak Erlan.

Malam ini sang rembulan bersinar penuh, seperti menunjukan kecantikannya padahal sinarnya di dapat dari sang bintang. Dan Boy tengah berbahagia bersama Emak Martina, berbincang tentang minatnya dalam bermusik.


#30DWCJILID13
#30DWC
#SQUAD7
#DAY26
#KARSA







Comments