Mimpinya Jonas Bagian 1

Jonas berdiri di atas panggung, dengan sebuah gitar putih miliknya. Dilihatnya para penonton sudah ramai meneriakan namanya. Jonas seorang penyanyi solo terkenal, semua orang tahu bahwa permainan gitar dan suaranya sangat bagus.

Baru saja Jonas selesai memainkan satu lagu favoritnya, lagu yang selalu tergiang-giang di dalam ingatannya. Dan para penonton senang dengan pertunjukan yang Jonas tampilkan. Namanya kembali dieluh-eluhkan oleh para penggemar setianya.

 “Jonas … Jonas … Jonas …”

Pluk, Jonas kesakitan di kakinya. Sontak Jonas membuka matanya, dilihat Mamaknya sudah pasang tampang paling kejam sedunia dengan sapu lidi di tangannya. Jonas yakin sapu lidi itu yang membuatnya tadi kesakitan. Dan Jonas baru sadar kalau teriakan para penggemarnya hanyalah mimpi disiang bolong.

“JONAS MAMAK SUDAH TERIAK-TERIAK DARI LUAR, KAMU MASIH SAJA TIDUR! BANGUNLAH KAU, SEKARANG GILIRANMU JAGA TOKO DI DEPAN, MAMAK MAU ISTIRAHAT.  JONAS! SUDAH SADARKAH DIRIMU, NAK! ATAU SAPU LIDI MAMAK INI PERLU BICARA LAGI SAMA KAKIMU ITU?”

Jonas langsung bangkit dan menghindar seribu langkah dari mamaknya dan sapu yang ada di tangannya. “Sudah, mak. Sudah. Jonas sudah bangun. Tuh lihatkan, Jonas sudah berdiri.” Jawabnya sambil meringis. Mamaknya hanya mengangguk kemudian keluar dari kamarnya.

Jonas menghela nafas lega. “Sinting! Kukira tadi itu beneran, nyatanya hanya mimpi lagi.”

Jonas adalah anak lelaki satu-satunya dari Mamak Sonya Tarigan, sang bapak entah kemana. Kalau menurut penuturan mamaknya, bapaknya itu pergi meninggalkan dirinya sewaktu mengandung Jonas. Sejak saat itu tidak ada kabar berita tentang bapaknya, apa masih hidup atau sudah tiada. Oleh karena itu, mamaknya membuka usaha warung kecil dari uang jual tanah, untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka berdua. Meski kadang keluarga dari pihak bapak sering datang berkunjung membantu.

Hingga sekarang berusia 20 tahun, Jonas dan mamaknya masih dapat bertahan hidup dari usaha warung yang semakin besar. Dibantu dua orang sebagai karyawan di warung, kehidupan Jonas dan mamaknya lebih baik.

Jonas senang bermain alat musik, terutama gitar. Tapi, mamak tidak setuju kalau Jonas menjadi pemusik seperti bapaknya. Mamaknya tidak ingin kehilangan lelaki lagi dalam hidupnya. Oleh karena itu, mamaknya melarang Jonas bermain alat musik di rumah. Hanya bernyanyi atau bersenandung pun, mamaknya akan marah.

Jonas akhirnya mengalah, menuruti apa kata mamaknya. Meskipun dirinya masih diam-diam mendengarkan musik. Selagi tidak terdengar oleh mamaknya, kondisi akan aman.

“Bang, sepi ini warung. Kau putarlah musik!” ujar Togar, yang membantunya di warung kelontong.

“Waduh! abang ini tak tahu ya kalau kedengaran mamakku bisa habis dirimu dicincang olehnya. Jangankan menyetel lagu, bersenandung pun dilarang olehnya.” Jawab Jonas sambil menginventaris barang-barang warung.

“Payah mamakmu itu!” celetuk Bonar kali ini.

Jonas hanya mengangkat sedikit kepalanya dari balik meja, sedikit melototkan matanya. Togar dan Bonar langsung paham, mereka kembali menyibukkan diri.

Jonas juga tidak tahu kenapa mamaknya bisa sebegitu bencinya dengan musik, padahal Jonas pernah mendengar mamaknya sendiri sedang bersenandung lagu yang sama, seperti yang sering tergiang-giang di telinganya. Tapi, Jonas sungkan bertanya. Jonas takut mamaknya murka. Kalau sudah murka Jonas hanya bisa makan di warung makan selama tiga hari.

Seperti kejadian ketika dirinya masih duduk di sekolah menengah pertama, teman sepermainannya, Parjo datang berkunjung. Mereka padahal sudah sangat pelan menyetel kaset di dalam kamar, tapi masih saja terdengar keluar. Hingga mamaknya marah, dan menghancurkan kaset milik Parjo. Sejak saat itu juga pertemanan Jonas dengan Parjo berakhir tragis.

“Jonas! Sudah berkali-kali mamak bilang. Kalau kerja jangan bengong melulu. Tampangmu itu seperti kambing congeng, tahu kan? Jelek, mamak gak suka!”

 Duh, kalau mamaknya sudah teriak begini, jangankan Jonas, dua karyawannya juga pura-pura sibuk kerja lagi. Takut disemprot mamak.


*bersambung*

Comments