Mimpinya Jonas Bagian 2

Siang ini, Jonas harus belanja ke kota. Jaraknya lumayan jauh dari desanya, Jonas menempuhnya dengan mengendarai motor RX King kebanggaannya. Sesampainya di kota, dilihatnya ramai orang berkerumun di depan halaman sebuah pertokoan besar.

 “Ramai kali itu, ada hal yang menarik kah, Bang?” tanyanya ke petugas parkir liar di pinggir jalan.

“Oh itu? Akan ada audisi jadi penyanyi terkenal. Memang Abang mau ikutan juga?” jawab si petugas parkir. Jonas hanya mengelengkan kepalanya.

Dalam hati sebenarnya ingin sekali dia ikut acara audisi itu. Namun mengikuti akal sehatnya, Jonas jalan berlawanan arah. Masuk ke pasar dan belanja keperluan warungnya. Selesai berbelanja, Jonas mengenali sosok yang dulu dikenalnya baik, sebelum tragedi kaset terjadi.

“Jo … Parjo!”

Yang merasa punya namapun menengok, Jonas kaget. Padahal Jonas hanya memanggil satu orang, namun yang menengok malah banyak. Ada tukang becak yang mangkal gak jauh dari tempat parkir, tukang sapu jalanan yang khas dengan seragam oranyenya, tukang gado-gado di samping tukang becak, tukang parkir dan satu lagi yang memang dikenali Jonas.

Jonas melambaikan tangannya, mencoba menarik perhatian Parjo yang masih celingak-celinguk. “Parjo! Gue Jonas, masih ngenalin kan?” Teriaknya seraya meletakan belanjaannya ke aspal. Setelah meminta petugas parkir untuk membantu mengikat belanjaannya ke motor, Jonas segera menghampiri Parjo.

"Parjo! Beneran elu ini ya. Gile, beda penampilannya sekarang.” Ujar Jonas setelah takjub melihat Parjo lebih dekat. Parjo sendiri berpakaian sedikit nyentrik, kemeja polos berwarna hijau daun, celana jeans belel dan sepatu keds berwarna merah menyala, tak lupa kacamata ribben yang bertengger di hidungnya. Warna-warni itu seakan melupakan warna asli kulit Parjo yang sesungguhnya, legam.

Parjo merasa percaya dirinya semakin tinggi, tak kala dipuji oleh Jonas. “Hei ma bro! watsap” jawab Parjo dengan bahasa Inggris asalnya. Tangan kanannya di udara, menanti balasan high five dari Jonas.

Jonas sebenarnya mau tertawa, mendengar logat jawa Parjo yang khas itu. Apalagi saat berbicara dengan bahasa Inggris. Jadinya Inggris medok.

“Wuah, sudah sukses ya lu. Hebat-hebat!” Puji Jonas kembali.

“Begitulah, bukan Parjo namanya kalau belum terkenal.”

 Jonas mengangguk saja, dalam hatinya dia tertawa. Berharap Parjo gak bisa mendengar apa kata hatinya saat ini.

“Lu ngapain di sini, ikutan audisi juga?”

“Eits, gak dong ma men. Parjo di sini jadi panitia audisi dong.” Jawab Parjo bangga.

 “Ooh …”

Jonas menenggok ke belakang Parjo, sudah panjang antrian para pengadu nasib dengan berbagai penampilan terbaik mereka, yang rela berpanas-panasan mengantri demi menjadi artis dadakan.

“Lu mau ikutan juga? Kalau lu mau, bisa daftar langsung sama gue. Langsung gak perlu antri-antri kayak gitu.”

 Jonas mengalihkan pandangannya kembali ke Parjo di hadapannya, pikirannya terbagi dua. Mengambil kesempatan ini tanpa seizin mamaknya, atau pergi meninggalkan Parjo dan segera pulang sebelum mamaknya murka lagi.

 “Bolehlah!” malaikat jahatnya sedang mendominasi kali ini, jadi Jonas memilih untuk ikutan audisi tanpa mengantri. “Tapi jangan pake nama asli gue daftarnya, atas nama Joni aja!” Jonas sedikit mengancam.

Parjo mungkin berpikir, sudah di kasih hati mau jantung pula si Jonas ini. Tapi Jonas gak peduli, selama mamaknya gak tahu hal ini, dirinya dan Parjo akan aman.

“Baiklah bro, besok jam satu siang datang lagi kesini. Bawa alat musik lu sendiri.”

Sejenak Jonas diam. Membuat Parjo seakan dapat membaca pikirannya. “Jangan bilang kalau emak lu itu masih gak izinin main musik.” Lanjut Parjo dan dibalas dengan anggukan Jonas.

“Alamak! Lalu gimana besok lu mau audisi kalau gak punya gitar? Acapela? Main marawis?”

Jonas menggeleng. “Pinjemin gue gitar aja, rumah lu masih yang di pinggir kali itu kan?”

Parjo berpikir sejenak, ada sedikit keraguan. Namun kemudian Parjo mengangguk.

“Oke nanti malam gue mampir ke rumah lu, numpang latihan main gitar.”

Setelah berhasil meyakinkan hati Parjo, Jonas berpamitan untuk segera pulang. Dalam pikirannya sekarang, dirinya harus mencari alasan yang tepat untuk dapat keluar dari rumah nanti malam.

*bersambung*

Comments