Mimpinya Jonas Bagian 3

Mamak Sonya curiga melihat gelagat Jonas yang tidak seperti biasanya. Sebuah tarikan garis bibir ke atas selalu saja berhias di wajah anak lelaki satu-satunya itu. Apa anaknya memenangkan lotere di kampung sebelah, atau habis minum. Pikiran jelek terus saja menghantui Mamak Sonya.

“Hei Jonas, kulihat kau senyum-senyum sendiri sejak pulang dari pasar tadi siang. Mabukkah kau, atau habis menang main judi ya? Tak baik Jonas, tak baik! Mamakmu ini sudah tua, jangan kau minta cepat Tuhan panggil mamakmu ini.”

Jonas yang sedang mengunyah makan malamnya sedikit tersedak. Gak nyangka mamaknya punya pikiran macam itu ke dirinya. Setelah meneguk segelas air yang diberikan mamaknya, Jonas berkata pelan mencoba mengambil hati mamaknya. “Mamakku sayang, jauhkan pikiran jelek itu. Mamak jadi kelihatan tua nanti.”

“Kau lupa? Mamakmu ini memang sudah tua Jonas.”

“Tidak … tidak, mamakku ini masih cantik, kelihatan seksi apalagi keriput di mata itu, bikin Pak Zain naksir mamak.”

Seketika tabokan di pipi dirasakan Jonas, rasanya pedas. Ngalahin pedasnya sambal balado buatan mamak, yang sedang dinikmatinya.

“Aku heran semakin hari, bicaramu semakin tidak jelas! Pasti kau punya maksud yah. Coba katakan, apa kau pakai uang warung untuk main judi, hah?”

Jonas bangkit dari kursi, mengambil jarak dari mamaknya. Strateginya salah, harusnya rayuan tadi berhasil, nyatanya malah balasan di pipi yang didapatnya. “Stop mamak, jangan lukai wajah anak lelakimu yang tampan ini. Kasihanilah, mak. Lagi Jonas gak segila itu mengambil uang warung untuk main judi.” Sanggahnya sambil meringis kesakitan.

“Lantas apa? Kau bikin mamak jadi curiga, Jonas.”

Jonas berpikir keras, jawaban apa yang bisa menyelamatkan nyawanya kali ini. “Ngg, itu loh mamak. Jonas lagi naksir sama Frida, tadi siang sempat bertegur sapa di pasar. Nanti mau Jonas ajak jalan-jalan ke kota, boleh ya, mak.” Ucap Jonas memelas.

Mamak Sonya tertawa, memperlihatkan gusi bagian depannya yang tak lagi bergigi. “Ya ampun, ternyata anak lakiku sedang jatuh cinta. Boleh saja kau pergi dengan Frida, tapi jangan kau bawa pulang larut malam. Malu nanti apa kata orang. Lagipula, apa si Frida yakin menyukai kamu juga?”

Jonas hanya nyengir dan mengangguk, dalam hati dirinya senang bukan main. Akhirnya bisa berlatih main gitar di rumah Parjo. Peduli amat sama si Frida. Asal kalian tahu, Frida itu perempuan bulat yang menyukai warna pink. Dari hiasan rambut hingga sepatu. Dan selalu mengepang rambut panjangnya menjadi dua. Cantik? Tidak, tidak. Kalian pernah menonton film Doraemon kan? Nah, Frida adalah gambaran dari adiknya Giant.

Sudah jam sebelas malam lewat, sebenarnya Parjo sangat mengantuk. Apalagi yang dimainkan Jonas sejak tadi membuatnya ingin tidur. “Jadi yang kau mainkan ini lagu siapa?” tanya Parjo penasaran.

Jonas memetik gitar dan menyanyikan lagu barat yang tidak familiar oleh Parjo. Ya jelas, jenis musik yang Parjo suka itu dangdut koplo. Mana ngerti sama lagu bahas Inggris, gak selevel sama Parjo.

“Gak tahu, lagu  ini selalu tergiang-giang di telinga sejak gue kecil. Mamak juga sering kedapatan bersenandung ini.” Jawab Jonas dengan pandangan menerawang.

“Gue pernah denger katanya dulu bapaklu musisi, Jon. Suatu hari pergi ke kota untuk tampil. Tapi sejak itu malah gak kedengeran kabarnya, entahlah. Gue juga tahunya dari nyokap gue.”

Menghela nafas, Jonas menjawab pelan seakan mengiyakan apa yang baru saja diucapkan Parjo. Seumur-umur Jonas gak tahu bagaimana tampang bapaknya itu, apa setampan dirinya atau jauh lebih tampan dari dirinya. Kalau memang bapaknya adalah seorang musisi, berarti tidak salah kalau di dalam dirinya mengalir darah seni menyukai musik.

Tapi, mengapa mamaknya malah terlihat murka jika mendengar musik? Apa karena musik itu telah membuat mamaknya bersedih dan terluka, hingga mencoba melupakan musik dan bapaknya.

Pikiran Jonas melayang jauh, hingga tak sadar dirinya sedang melantunkan lullaby, “Remember me, though I have to say goodbye… remember me, don’t let me make you cry …”
***

Comments