Siang
ini sesuai janji Jonas sudah datang dan siap beraksi di depan juri, untuk mencoba
keberuntungannya. Bermodal gitar milik Parjo, Jonas tampil menyanyikan lagu
yang dimainkannya semalam dengan fasih. Hingga para juru dan peserta lainnya
pun ikut terbawa emosi oleh lagu yang dinyanyikan Jonas.
Tepuk tangan meriah dan standing applause didapatkannya dari
juri, Jonas berkesempatan masuk babak penyisihan selanjutnya. Mengalahkan
seratus peserta yang ada siang ini.
Satu hal yang pasti, Jonas tidak
ingin berita ini sampai ke telinga mamaknya. Karena bukan saja bisa bikin
mamaknya murka lagi, namun menjadi kiamat juga bagi Jonas. Beruntung Jonas
memakai nama samaran Joni.
Tapi sepertinya keberuntungan sedang
tidak berpihak dengannya, di hadapannya ada Pak Zain, ketua RT-nya dan juga si
Frida putri pak Zain yang menyaksikan penampilannya tadi. “Mampus deh gue.” Batin Jonas.
Seribu langkah di ambil Jonas untuk
menghampiri Pak Zain dan putrinya, namun terhalang ratusan peserta yang
mengerumuninya. Hingga membuat mereka tak lagi terlihat. Jonas segera mencari
Parjo, setelah menjelaskan akar permasalahannya Jonas pulang. Dengan harapan
Pak Zain tidak mampir ke rumahnya, dan berbicara apa yang mereka lihat ke
mamaknya.
Sesampainya di rumah Jonas merasa aman, tidak
terlihat kendaraan roda empat milik Pak Zain di perkarangan rumahnya. Mamaknya
pun sedang duduk di teras rumah, tapi ada yang ganjil menurutnya. Warung
kelontong milik mamak tutup, tidak biasanya. Padahal mamak tidak pernah menutup
warung, apalagi tanggal merah. Tidak pernah ada kata libur di kamus mamaknya.
“Mak. … Mamak sedang apa duduk
sendiri disini, terus kenapa warung ditutup? Mamak sakit?” sapa Jonas sambil
mencium tangan mamak tercintanya. Jonas merasakan aura yang berbeda ketika
mencium tangan mamaknya tadi. Hanya diam dengan pandangan kosong.
Jonas duduk bersimpuh di hadapan
mamaknya, mengelus tangan mamaknya yang sudah berkeriput. Tangan yang selalu
mengendongnya sewaktu kecil, tangan yang dulu masih kokoh membawa sekardus
dagangan dari pasar. Tangan yang selalu membelainya menuju peraduan mimpinya.
“Mak, jangan bikin Jonas khawatir.
Mamak kenapa?” tanya Jonas sekali lagi dengan suara memelas.
“Bastian Siregar namanya, dia pemuda
paling manis, pintar, yang mamak temui, dan sangat menyukai musik. Dulu kami
selalu bernyanyi bersama, dirinya memetik gitar. Sewaktu kami sudah menikah dan
mengetahui bahwa mamak sedang mengandung, Bastian membuat lagu untuk bayi yang berada dikandungku.
“Remember
me, though I have to say goodbye… remember me, don’t let me make you cry …”
Seketika itu juga Jonas tak sadar
ikut melafalkan lagu itu, dihapusnya air mata dipipi mamaknya.
“Lelaki itu bapakmu, Jonas. Dia
pamit padaku untuk tampil di kota, namun sehari tak ada kabarnya, dua hari,
sepekan, sebulan, hingga aku melahirkanmu dan sekarang. Lelaki itu seakan
menghilang ditelan bumi, sanak saudaranya pun telah lelah mencari
keberadaannya. Hingga aku pun harus mengikhlaskannya, tapi karena aku masih
mencintainya. Hatiku selalu sedih, sakit mengingatnya. Jadi kucoba untuk
menjauhkan segala yang berhubungan dengannya termasuk musik. Itulah kenapa aku
selalu melarangmu bermain musik, aku takut kejadian lalu itu terulang lagi. Dan
aku lagi-lagi akan kehilangan laki-laki dihidupku.
Jonas langsung memeluk mamaknya,
membiarkan mamaknya meluapkan perasaannya yang selalu dipendamnya. Rasa rindu,
rasa kehilangan, rasa cinta yang tak kunjung pulang untuk berkabar. Jonas
mengerti sekarang, mengapa dirinya menyukai musik, mengapa dirinya akrab dengan
lagu itu. Karena memang itu bagian dalam dirinya, yang tidak pernah terkuak,
hingga detik ini.
“Jadi waktu mamak dapat kabar kau
ikut audisi, mamak minta Pak Zain mengantar mamak ke kota. Hanya untuk
memastikan bahwa kau akan selamat, dan pulang lagi. Kau pulang Jonas.”
Jonas mengangguk dan menghujani
kecupan kecil dipipi dan kening mamaknya, “Jonas akan selalu pulang untuk mamak,
Jonas akan selalu pulang, mak.” Jonas kembali merengkuh tubuh mamak,
mendekapnya erat. Seakan mengatakan bahwa dirinya ada, Jonas tidak pergi jauh.
***
Hari yang dinanti telah tiba, babak
penyisihan audisi pemilihan artis kota berbakat. Jonas tampil penuh keyakinan,
tak ada lagi keraguan dihatinya. Dirinya pun pasrah, jika tidak terpilih
nantinya, setidaknya pencapaiannya sampai titik penyisihan ini sudah
membuktikan. Bahwa didalam dirinya mengalir darah seni dari bapaknya, Bastian.
“Remember
me though I have to travel far … remember me, each time you hear a sad guitar …
know that I’m with you the only way that I can be … until you’re in my arms
again … remember me…”
Suara tepuk tangan bergemuruh tak
henti-henti diberikan oleh penonton dan juga para juri. Ya, Jonas akhirnya
telah unggul dan memenangi audisi pemilihan artis kota berbakat, setelah MC
menyampaikan kabar gembira itu. Dan memintanya untuk menyanyikan sekali lagi
lagu yang di bawakannya.
Berdiri di atas panggung, dengan
ribuan penonton dan disaksikan mamak tercintanya. Jonas kini terkenal dan tentu
saja berbahagia dapat bermain musik.
*tamat*
Comments
Post a Comment