Sudah
hampir dua pekan belakang ini, Ardian jarang bertemu dengan Layla lagi. Ya
dikarenakan, tumpukan tugas deadline hingga akhir bulan yang mengharuskan
Ardian lebih sering lembur. Tidak
pernah terbesit firasat apapun hingga sebuah pesan dari Layla sore tadi cukup
mengoyahkan perhatian Ardian dari pekerjaannya. Layla menyampaikan bahwa
dirinya dan Rio sudah semakin akrab, bahkan Layla menanyakan apakah dirinya
cocok bersama Rio.
Ardian merasa bodoh, andai saja
dirinya punya keberanian untuk menyampaikan perasaannya ke Layla. Ardian baru sadar
bahwa kaum hawa ingin kejelasan suatu hubungan. Sering kali dirinya mendapat
pertanyaan dari rekan kerja mengenai Layla, meski Ardian menjawab hanya sebagai
sahabat. Para rekan kerjanya malah mengomporinya, bahwa tidak ada namanya persahabatan di antara lelaki dan perempuan.
“Besok aku harus bertemu Layla dan menyampaikannya.”
gumam Ardian, dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Pagi ini Ardian tidak biasanya
datang terlambat, tidak fokus untuk bekerja. Bahkan jam makan siang sebenarnya
masih satu jam lagi, tapi Ardian sepertinya tidak sabar untuk menemui Layla.
Meski mereka baru saja bertegur sapa via whatsapp.
Hari
ini aku traktir kamu. Kita makan siang di luar saja. Ku tunggu di lobby.
Begitu kiranya isi pesan yang di
tulis Ardian ke Layla. Selang kemudian masuk pesan balasan dari Layla.
Layla : Wuih asik nih, lagi dapat proyek besar ya. Gak biasanya sampai dikabarin
begini.
Ardian : Iya, dapat ikan besar :p
Layla : Aku ajak Rio yah, boleh?
Ardian :
Gak! Aku maunya berdua sama kamu saja. Oke!
Layla :
Baiklah, aku harus kabari Rio dulu. Karena biasanya dia ngajakin aku makan
siang bareng. Wait for me then J
“Jadi
siang ini kita merayakan hal apa?” tanya Layla sebelum potongan dim sum masuk
ke mulutnya.
“Tidak sedang merayakan apapun.” jawab
Ardian santai. Lain dengan ekspresi Layla yang terlihat kebingungan.
“Lalu apa? Gak biasanya nih seperti
ini. Cerita dong?” Layla tambah penasaran dengan sikap Ardian yang terlihat
sedang menutupi sesuatu.
“Kamu sudah berapa lama kenal Rio?”
Layla kaget, hampir saja dirinya
tersedak potongan dim sum yang sedang dikunyahnya. “Mengalihkan pertanyaanku
nih? Pertanyaanku saja belum terjawab.”
“Gak penting itu mah. Sekarang jawab
saja pertanyaanku barusan, kan gak susah?”
“Gak susah sih memang. Hmm, kenal
Rio baru kok, kebetulan kan dia satu divisi sama aku. Anaknya baik, easy going, dan sepertinya dia naksir
aku deh.”
Ardian menarik nafas, seakan tidak
kuat mendengar pernyataan dari Layla. “Lalu perasaan kamu ke aku seperti apa?”
Layla tertawa kecil, memperlihatkan
gigi kelincinya yang putih. Kalau ada pemilihan model, Ardian yakin Layla pasti
menang. “Ini sebenarnya apa sih? Putar balik pertanyaan melulu deh.”
“Aku sayang kamu, Di. Aku sudah
menganggap kamu sebagai sahabat dan abang aku sendiri, kamu tahu itu kan.” jawab Layla tenang.
Ardian melempar sumpitnya kasar
setelah mendengar penjelasan Layla. “Kamu gak tahu bagaimana perasaanku ke
kamu? Aku sayang kamu, Layla. Tapi bukan sebagai adik.”
Merasa kecewa, Ardian bangkit dan
meninggalkan Layla. Sedangkan Layla semakin tidak mengerti, hatinya merasa
sakit mengetahui bahwa Ardian menganggapnya lebih dari seorang adik. Sejak
kejadian itu, Ardian menjadi susah untuk dihubungi ataupun ditemui. Layla
merasa bersalah dengan sikapnya selama ini, seharusnya dia tahu bahwa perlakuan
manis Ardian adalah karena sayang bukan sebagai adik.
Kehadiran Rio cukup terbantu
melupakan sejenak kegaluan hati Layla, meski dirinya tetap harus bertemu dan
berbicara dengan Ardian. Meluruskan semua persoalan yang menyangkut hati
mereka.
“Ini sudah kesekian kalinya, elu cuma
bengong natapin makan siang. Ada masalah apa sih cerita dong?” tegur Rio saat
mereka makan siang bersama di sebuah fast
food tak jauh dari gedung perkantoran.
“Oh .. eh, gak apa kok.”
“Gak apa gimana? Pasti lagi ada
masalah sama Ardian yah?”
“ … “
“Ardian siapa lu sih, kalau boleh
tahu? Kalian selalu aja terlihat akrab berdua, pacar yah?”
Menutup mata dan menghirup udara seakan
memberi tenaga baru bagi Layla menceritakan apa yang ada di antara dirinya dan Ardian.
Yah, dan itu ternyata cukup membantu meringankan masalahnya. Rio pun memberi
masukan dengan tidak mengurui, ataupun menyalahkan mereka. Rio menyarankan
Layla untuk tetap bertemu dan menyelesaikannya dengan Ardian.
“Nah kan, wajahnya berseri, jadi
kelihatan cantik lagi. Kalau begini kan aku jadi suka lihatnya.” celetuk Rio
yang dibalas Layla dengan timpukan gumpalan tissue.
“Serius, La. Aku tuh suka kamu sejak
pertama lihat di ruangan. Tapi selalu aja gak ada kesempatan untuk ngobrol,
karena ya itu. Ardian.”
Layla menundukan kepalanya seraya
tangan kanannya memainkan gelas. Pikirannya masih melayang, hatinya masih
berkecambuk. Namun pernyataan Rio bagaikan oase di padang pasir.
“Aku juga sebenarnya punya perasaan
yang sama ke kamu, Rio. Ya, kamu benar. Tapi Ardian gak salah, aku saja yang
gak peka dengan segala perhatian dia.”
“Jadi mulai sekarang kamu harus peka
sama perhatian aku ya, sayang.” Rayu Rio seraya mengedipkan mata kanannya. Layla
tertawa kecil menanggapi pernyataan Rio, hatinya berbunga-bunga. Layla menjadi
kekasih Rio.
Layla dan Rio tidak sengaja
berpapasan dengan Ardian di depan lobby,
“Di, hai Di. Boleh bicara?”
Ardian malah terlihat mengabaikan
keberadaan Layla, ini tentu saja membuat Rio geram. Bagi Rio sikap Ardian
sangat kekanak-kanakan. “Hei Bro, Layla lagi ngomong sama lu! Jangan dicuekin gitu
dong.”
Ardian berhenti dan membalikkan
badan, menatap Layla kemudian Rio. “Kenapa jadi lu yang sewot! Gak ada yang
perlu kita bicarin lagi pula.”
“Ardian, kenapa sikap lu jadi beda begini sih? Apa karena ucapan gue
waktu itu. Please Di, selama ini gue
beneran anggap lu sebagai sahabat dan abang gue. Gue minta maaf kalau memang
gue ada salah, tapi jangan diamin gue seperti ini.” Layla mulai menumpahkan apa
yang ada di benaknya seraya menangis.
“Kelakuan lu kayak bocah, Di. Gue
emang gak kenal lu dekat. Tapi dari semua cerita Layla tentang elu, gue tahu.
Layla sayang lu sebagai abangnya, karena lu selalu ada buat dia. Dan lu gak
bisa paksa dia untuk terima cinta lu.”
“Lu bilang apa barusan? Sok tahu
banget,“ belum selesai perkataannya, Ardian sudah hendak meninju Rio. Namun
naas kepalan tinju Ardian mengenai wajah Layla, hingga perempuan itu ambruk dan tidak sadarkan
diri.
Ardian semakin panik, mencoba
membangunkan Layla. Dengan sigap Rio mengendong tubuh Layla membawanya keluar
menuju lobby, meminta security memesankan taksi untuknya.
Beberapa karyawan pun terlihat berkerumun sekadar ingin tahu apa yang terjadi.
Ardian menjadi bertambah bersalah,
sebenarnya dia tidak bermaksud untuk mengabaikan Layla. Tapi melihat ada
Rio membuatnya kembali emosi, andai saja dirinya bisa dapat meredam, pasti
kejadian tadi tidak akan terjadi.
*bersambung*
Comments
Post a Comment