Kamar 1128 Part 1

Karena tuntutan pekerjaanku yang selalu membuatku cepat lelah dan timbul gejala stres, aku memutuskan untuk mengambil jatah cutiku dan pergi berlibur. Kulihat di kalender Selasa pekan depan ada libur nasional, kuputuskan menggambil liburanku dari hari Jum'at pekan ini hingga Senin pekan depan. Dengan estimasi hari Selasa aku masih bisa dapat menenangkan diri di rumah sebelum kembali beraktivitas.

Tidak jauh-jauh, aku hanya akan berlibur di salah satu hotel mewah bintang lima di bilangan Jakarta atas referensi dari teman kerjaku. Lagipula kupikir tidak ada salahnya sekali-kali aku memanjakan diri menginap di hotel mewah. 

Namun jangan harap aku bisa bebas dari kerjaan, atasanku Rudi tetap memintaku untuk mengedit beberapa naskah yang memang masih dalam proses. Setidaknya dia juga mengerti privasiku untuk berlibur, jadi pekerjaan lainnya dapat kutunda dan tidak jadi masalah.

Beberapa buku bacaan kubawa untuk menemaniku dalam liburan nanti, jika saja kau bisa melihat isi koperku saat ini, mungkin kau akan protes. Karena di dalam koper ini lebih banyak buku yang kubawa ketimbang pakaian untuk ganti.

Ya, kupikir aku tidak perlu membawa banyak pakaian ganti. Karena aku berencana akan selalu berada di dalam kamar, hanya akan turun saat sarapan, makan siang dan makan malam. Sesimpel itu rencanaku.


 ***

Mobil yang kutumpangi sudah berhenti di depan lobbi, kemudian aku bergegas turun dan menarik koperku menuju meja resepsionis. Selesai menyelesaikan administrasi, aku diantar oleh bell boy menuju lantai tempat kamarku berada. Lantai 11 kamar nomor 28.

Kesan pertama yang kurasakan ketika pertama kali menginjak hotel ini adalah, mewah, elegan dan expensive. Atasanku saja mengatakan bahwa dirinya yang jabatannya lebih tinggi dariku, mungkin akan berpikir dua kali jika ingin menginap di sini. Kubalas dengan mengatakan, aku masih muda, masih banyak peluang yang bisa kuperoleh, dan lagi tak ada salahnya aku memanjakan diri dengan menginap di hotel mewah berbintang lima.

Bagiku bukan masalah harga, namun privasi dan pelayanan yang jadi pilihanku ketika memilih untuk menginap di hotel ini. Dan lagi mumpung aku masih single tanpa beban, jadi tabunganku dapat digunakan sesukaku.

Pilihanku jatuh pada kamar grand deluxe dengan segala fasilitasnya, bagiku ini sudah cukup mewah. Kamarku bernuansa modern dengan paduan warna krem mendominasi ruangan, dengan dua pilihan shower dan bathtub dalam kamar mandi. 

"I'm in heaven." gumamku setelah berkeliling melihat keadaan ruang kamar dan fasilitas yang disediakan hotel. Namun sayangnya, jendelaku memiliki view yang tidak bagus. Sebuah gedung yang masih dalam proses pengerjaannya, terlihat gelap dan kosong tanpa kehadiran para petugas yang bekerja di sana.

Kurapikan dan kususun beberapa tumpukan buku bacaan di atas meja nakas samping ranjang, dan pakaianku ke dalam lemari. Kunyalakan televisi dan mencari saluran film di channel tv kabel yang tersedia. Kubiarkan menyala dengan suara tidak terlalu besar, hanya untuk memberi kesan aku tidak terlalu sendirian di dalam kamar yang besar ini.

Sebelum aku turun untuk makan siang, kumulai aktivitas membersihkan diri. Mengisi bathtub dengan air hangat, seraya memberi pesan ke teman sekantorku foto selfieku di kamar hotel. Setalah mendapat balasan dari Rina yang terus saja mengatakan diriku senang pamer kepadanya, padahal aku tidak terlihat sedang pamer. Hanya ingin menyampaikan jika aku telah sampai dengan selamat di hotel rekomendasinya. Hanya itu.

Kuhabiskan waktu selama dua puluh menit untuk berendam di dalam bathtub dengan air hangat, menutup mataku, merasakan ketenangan batin dan fisik. Namun suara bel di pintu menganggu ketenanganku, selama tiga kali kudengar bel terus berbunyi. Akhirnya kuputuskan untuk keluar dari bathtub dan melihat siapa yang datang berkunjung.

Kuintip terlebih dahulu dari pick hole, namun tidak ada siapa pun di luar yang menekan bel. Kupikir mungkin hanya ilusiku saja, karena lagi pula aku tidak mempunyai rencana akan kedatangan tamu. Jadi kuputuskan untuk kembali berendam, namun saat aku baru saja akan membuka jubah mandiku, bel berbunyi kembali. 

Dengan segera aku kembali mengintip dari pick hole, kali ini yang terlihat bukanlah pandangan dari depan pintu kamarku. Melainkan semburat warna merah darah yang menutup pick hole. Aku mundur dari pintu dan segera membuka pintu.

"Selamat Siang, Bu. Maaf menganggu kenyamanannya, salah satu tas ibu tertinggal di meja resepsionis tadi." sapa seorang bell boy yang tadi mengantarkanku.

"Oh ya, bagaimana saya bisa melupakan tas kecil saya ini. Terima kasih banyak." jawabku dengan sadar, setelah ingat sifat cerobohku selalu meninggalkan barang di tempat umum.

"Tidak apa, Bu. Kami justru yang minta maaf karena terlalu lama mengantarkan ini kepada ibu."

"Baiklah. Hmm, apa Anda sedari tadi menekan bel kamar saya?" tanyaku penasaran.

Bell boy itu terlihat bingung dengan pertanyaanku. Dirinya hanya mengelengkan kepalanya, kemudian berpamitan denganku. Sedangkan aku masih memikirkan siapa yang menekan bel, dan apa arti warna merah di pick hole. Kembali ku cek pick hole pintuku, dan sekarang kembali normal dengan pandangan dari depan pintu kamar.


*bersambung*




Comments