Tragedi di Sekolah

Datang di pagi hari ketika sekolah masih sepi adalah tujuan utama Andika selama menjadi siswa SMA 27 Jakarta Pusat. Namun, ketika menemukan jasad penjaga sekolah di depan pos jaga bukanlah termasuk di dalamnya.

Setelah menghubungi pihak berwajib, dan menghabiskan waktu selama dua jam untuk diinterogasi, Andika merasa mual dan pusing. Bukan karena waktu yang dilewatkannya selama diinterogasi, bukan. Andika merasa mual dan pusing, karena dalam bayangannya masih jelas tersimpan bagaimana jasad Pak Dodi terbaring di lantai tanpa kepala.

Jika perampokan pasti tidak akan melakukan hal kejam seperti itu, polisi pun masih sibuk mencari bukti yang menunjukkan apa motif dari pembunuhan Pak Dodi. Tidak hanya Andika yang ditanyai oleh polisi, namun juga beberapa guru, kepala sekolah, bahkan beberapa siswa yang memang sempat berinteraksi di hari sebelum kejadiaan naas itu.

"Ya Tuhan, harusnya kan masa SMA gue tuh indah dan menyenangkan. Gak creepy kayak gini, mana pembunuhnya masih belum tertangkap lagi." gerutu Andika di keesokan harinya ketika sedang bertandang ke rumah Ruli. Pihak Sekolah masih menyatakan libur selama polisi masih mencari bukti-bukti.

"Ah, lebay lu ah! Gitu saja sudah ketakutan, malah gue mah bangga. Soalnya sekolah kita kan jadi terkenal, gue aja sempat diliput media kemarin." balas Ruli sedikit nyinyir.

"Andaikan gue bisa mencari tahu dan menyelidiki kasus ini seperti detektif Conan," Andika mulai bicara melantur dengan pandangan kosong.

Ruli yang mendengarnya malah tertawa terbahak-bahak, seakan sedang menyaksikan stand up comedy di hadapannya. Akhirnya Ruli menepuk pundak Andika dengan buku yang sudah digulungnya, hingga membuat Andika memekik kesakitan.

***

Sudah sepekan sejak kejadian naas di sekolahnya, seperti biasa Andika pun berangkat ke sekolah pagi-pagi. Namun yang dia temui pagi ini adalah jasad Pak Karim, yang sama-sama berprofesi dengan Pak Dodi. Dengan kondisi yang sama persis seperti dirinya menemukan jasad Pak Dodi.

Hal ini tak ayal membuat Andika lagi-lagi yang ketiban pulung menjadi saksi bagi petugas yang berwajib. Namun kali ini Andika merasa tenang, tidak sepanik waktu pertama dirinya menemukan jasad Pak Dodi. Dengan lancar pun Andika menjelaskan kronologi kejadian pagi itu.

Pikirannya pun semakin bercabang, apa maksud dari dua kejadian dalam sepekan ini? Apa ini hanya jebakan? Tapi untuk apa? Dan siapa pelakunya?

Andika mulai membayangkan dirinya bisa menjadi seperti detektif Conan, namun dirinya pun menyesali. Menyesali, mengapa semua ini harus terjadi di masa-masa yang seharusnya menyenangkan dan indah.

"Sungguh malang nasibku," gumam Andika.

***



Comments