Rasa yang Tabu

Aku selalu suka melihat dirinya ketika sedang latihan basket di lapangan, mendrible bola di tangan kanannya lalu menghempaskan bola tersebut ke dalam keranjang. Satu tembakan jitu yang mungkin jika dirinya sedang dalam permainan basket akan selalu mendatangkan poin.

Tubuhnya tinggi semampai, berkulit cokelat, rambut berponi yang selalu basah dengan keringat saat bermain basket menjadi daya tarik bagiku. Meski aku hanya dapat memandangi dan mengaguminya dari kejauhan.

Ya, dari bangku taman yang menghadap langsung ke lapangan basket, aku dapat leluasa memandanginya. Terkadang jika dirinya belum datang untuk latihan, aku kerap menunggu sambil menuliskan bait-bait indah tentang dirinya. 


Lelap haru di taman
Bias makna yang terpendam
Alas tonggak harapan

Belai indah matamu
Teman mimpi tanpa jemu
Biar terkadang semu


Rian memang unggul dalam bidang olahraga, dirinya dan tim basket sekolah kerap mendapatkan juara pertama ketika pertandingan basket antar sekolah di tingkat kota. Setidaknya aku pun cukup bangga dengan sekolahku memiliki kapten basket seperti dirinya.

Rian dan aku pernah sekelas, tapi dulu aku belum begitu menyukainya. Kesanku pertama melihatnya adalah urakan, tidak bersahabat. Justru ketika di kelas sebelas, aku baru menyukainya. 

Kuceritakan ya, kalian harus merahasiakan ini. Terkadang aku suka malu jika mengingat tentang cerita ini. Semua orang selalu memanggilku dengan sebutan 'anak aneh', 'kutu buku', 'geek'*. Hingga 'gerombolan si berat', ya begitulah aku melabelkan Ivan, Andi, Kus, dan Opan. Mereka kerap membully-ku di gudang kosong bagian barat sekolah, di sana mereka kadang memintaku untuk telanjang, dan menari untuk mereka. Mereka mungkin mempunyai kelainan penyakit atau sejenisnya, aku gak ngerti. Jika aku menolak, mereka akan memukuli seluruh tubuhku. 

Suatu hari ketika 'gerombolan si berat' menggiringku paksa ke gudang kosong, Rian memergoki kami. Setelah sempat adu mulut dan bertikai, akhirnya Rian menyelamatkanku. Rian pula yang melaporkan kejadian ini ke guru dan kepala sekolah. Hanya sebatas itu, Rian tidak mengetahui detail hal seronok yang 'gerombolan si berat' kerap lakukan ke diriku. Aku hanya diam, menangis, sedangkan Ivan membela diri mengatakan hanya ingin memalak uang jajanku saja. Jadi hal seronok yang mereka lakukan tidak pernah terungkap.

Dan ya, sejak itu aku mulai kagum kepada Rian. Istilah 'don't judge the book from it cover' benar-benar terjadi padaku untuk kesan Rian. Aku sangat menyukai Rian, andaikan saja Rian menjadi pacarku, mungkin aku akan senang.

"Agus... Agus..."

Aku menoleh mencari sumber suara yang memanggil namaku.

"Agus, lu mau sampe kapan duduk kepanasan di taman sih? Ajarin gue Kimia sekarang, besok gue ada ulangan. Lu tahu sendiri kan Pak Imam kalau ngasih soal suka bikin gue kram otak." Suara Clarissa yang berteriak di koridor kelas terdengar olehku, aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Kembali aku mengalihkan pandangan dari Clarissa ke Rian yang kini ternyata juga sedang menatapku. Aku menjadi kikuk, hingga dengan cepat aku bangun dari bangku taman dan berlari menghampiri Clarissa.


Jangan pernah lari dariku
Jangan engkau lupakan aku

Jadikanlah aku pacarmu
Iringilah kisahku


***

Inspirasi lagu JAP - Sheila On 7

*geek ; istilah gaul untuk orang aneh atau no-mainstream, dengan konotasi berbeda.

Comments

Post a Comment