Matahariku Part 2



Tulisan ini adalah lanjutan dari ceritaku; Matahariku.



Jengkel dan malu mungkin perpaduan yang tepat kualami ketika kali pertama bertemu dengan Kak Azis. Akhirnya disetiap perjumpaan berikutnya aku selalu mencoba menghindari dirinya. Ya, terutama lagi Paman Abdul ternyata harus istirahat lama karena sakitnya, jadi Kak Azis lah yang selalu datang untuk merawat taman bunga milik Mama.


Namun sepertinya hari ini aku lupa untuk menghindarinya, mungkin karena terlalu lelah menghabiskan waktu tidurku semalam dengan membaca novel karya Ziggy, 'Di Tanah Lada'. Aku pun terbangun terlambat untuk ke sekolah, hasilnya aku membolos hari ini. Beruntung Papa masih di luar kota, kalau tidak pagi ini sepanjang perjalanan dari rumah ke sekolah akan dipenuhi ceramah pagi Papa kepadaku.

Sebelumnya sempat kukatakan kepada Bi Anum kalau aku merasa tidak enak badan, tapi Bi Anum juga sepertinya mengetahui niat busukku. Yang akhirnya Bi Anum dengan sukarela menggantikan Papa untuk ceramah pagi ini, sebelum sarapanku dihidangkan olehnya

Setelah menyelesaikan sarapanku di teras belakang, aku masih bermalas-malasan menikmati sepoi angin di pagi hari ini. Diriku sempat bertanya, mengapa sebelumnya aku tidak pernah merasakan hal seperti ini? Bagian diriku yang lain menjawab dengan sarkatis, karena aku terlalu malas dan pesimis menjalani hari-hari pagiku. Ya, kuakui itu memang benar adanya.

Terpikir goalsku di tahun depan adalah tidak langsung untuk melanjutkan belajarku di universitas. Aku ingin menikmati pagi hariku seperti ini, hari-hari kemalasanku

"Anak gadis sudah siang begini masih saja malas-malasan, bukannya mandi!" suara tinggi dari dalam mengagetkanku. Meski aku sudah mengenali suaranya, tapi masih saja aku terlalu bodoh untuk bisa waspada dengan kehadirannya.

Aku memejamkan mata dan menghela napas, sebelum akhirnya bangkit dan membawa piring bekas sarapanku. Kulewati dirinya yang berdiri di hadapanku, menghalangi jalanku sebelumnya.

"Hei kamu gak tuli, kan?" tanyanya, namun kali ini dengan intonasi suara yang normal. Yang kuanggap itu sebagai hal basa-basi darinya.

Aku malas menanggapinya, pertama karena aku mulai merasa mengantuk lagi, biasa penyakit utamaku kambuh setiap sesudah makan, yaitu mengantuk. Kedua, aku malas menanggapi pertanyaannya. Dan lagi aku memang terbiasa tidak berbicara dengan orang yang baru kukenal. Aku memang tipekal orang yang jarang bersosialisasi, teman sejatiku hanya satu. Buku-buku dalam tumpukan di atas meja, bahkan di atas ranjangku.

Keluar dari dapur kukira dirinya sudah menyibukkan diri di taman, ternyata tidak. Kak Azis masih diam berdiri di ambang pintu dapur. Alhasil aku menyemburkan air yang belum berhasil kutelan karena terkejut melihat keberadaannya. Ingatkan aku  terbiasa hidup menyendiri? Jadi jangan salahkan aku jika terkejut dengan keberadaannya sekarang ini. 

"Astaga! Kamu itu berprofesi sebagai dukun ya? Pagi-pagi sudah nyemburin air ke aku," teriaknya.

Aku di antara terkejut dan pengen sekali mentertawakan dirinya dan kebodohanku tentunya. Yang dapat kulakukan adalah menarik bibirku ke atas, hingga barisan gigi putihku terlihat olehnya. setelah itu aku berlari menaiki anak tangga menuju kamarku. Di balik pintu kamar, tubuhku melorot ke lantai. Merutuki kebodohanku, dalam dua hari aku sudah membuat dua kebodohan juga di hadapannya. 

Orang yang paling sering ku ajak bicara dan mengetahui kebodohanku biasanya adalah Mama, kedua Papa dengan catatan jika Papa sedang berada di rumah dan moodnya mengasikkan. Bi Anum termasuk dalam pengecualian, karena jika aku berbicara dengan Bi Anum selalu ditimpali dengan apa yang ditontonnya dalam tabung ajaib. 

Itulah mengapa aku lebih sering bercengkrama dengan buku, karena buku tidak akan pernah mengecewakan, kalau pun ada pasti akan segera ku maafkan. Bagiku buku menyediakan apa yang kubutuhkan, sebuah petualangan baru, tidak hanya tempat-tempat, namun juga pikiran dan perasaan. Sepertinya aku mulai melantur lagi dalam hal ini.

Oke balik lagi ke masalah kebodohanku. Apa semesta sedang berkonspirasi supaya aku dapat terus berjumpa dengan Kak Azis? Pasalnya setelah kejadian kemarin siang, jujur saja aku terpesona oleh cerita tentang Kak Azis dari Bi Anum. Sungguh kuakui bakat terpendam Bi Anum ketika sedang menceritakan orang lain. Mungkin Bi Anum nantinya bisa menjadi pengganti Feni Rose.

Terpesona. Sejak kapan aku bisa terpesona olehnya? Bagian lain diriku menjawab, sejak negara Api menyerang. Dan aku berhasil cekikikan sendiri di dalam kamar. Mengetoki kepalaku yang mulai aneh dengan jari, kuhempaskan tubuhku ke atas ranjang. Bergelung dan memasuki alam mimpiku, mencoba melupakan apa yang sudah  terjadi tadi.


*bersambung*


*Anda dapat menyelesaikan membaca cerita ini melalui Matahariku Part 3.


Comments