Matahariku

Bunga matahari (Helianthus annuus L) adalah tumbuhan semusim dari suku kenikir-kenikran (Astreacerae) yang populer baik sebagai tanaman hias ataupun tanaman penghasil minyak. Bunga ini tumbuh sangat khas; biasanya berwarna kuning terang dan kepala bunga yang memiliki diameter yang besar hingga mencapai 30cm.

Bunga ini sebetulnya merupakan bunga majemuk yang tersusun dari ratusan hingga ribuan bunga kecil dalam satu bongkol. Bunga matahari juga mempunyai perilaku yang khas, yaitu bunganya selalu menghadap atau condong ke arah matahari atau heliotropisme. Orang Perancis menyebutnya tournesol atau 'pengelana matahari'.

Bunga matahari merupakan bunga nasional Ukraina dan bunga resmi negara bagian Kansas, Amerika Serikat.

Setidaknya begitulah yang dapat kuketahui mengenai bunga matahari dari artikel yang kubaca di wikipedia. Aku sangat tidak menyukai bunga, bagiku menanam dan merawatnya hanya akan merepotkan dan membuang waktu. Terlebih lagi aku sangat jijik dengan media tanamnya, karena di dalam tanah hidup binatang cacing dan lainnya.

Mamaku sangat menyukai bunga, hampir semua taman yang berada di teras depan dan belakang rumah ditumbuhi berbagai macam bunga, dan bunga favorit mama adalah bunga matahari. Bagi Mama merawatnya adalah sebagai theraphy healing. Namun sejak Mama meninggal dunia setahun lalu akibat kanker payudara, Papa mulai mempekerjakan Paman Abdul untuk merawat taman-taman di rumah.

Namaku Floria, namun aku sangat tidak floria. Istilah yang kuciptakan sendiri karena aku tidak menyukai bunga, dan Papa pun menyetujuinya.

Hingga akhirnya pertemuanku dengan dirinya berawal dari ketidaksukaan ku terhadap bunga. Kak Azis, begitulah sapaanku kepadanya. Usianya dua tahun di atasku, saat ini dirinya sedang kuliah di Universitas Negeri di kota yang kami tinggali. Kak Azis adalah anak lelaki pertama dari Paman Abdul, dan satu anak laki lainnya masih duduk di sekolah menengah atas, sama seperti diriku.

Kali pertama pertemuanku dengannya sangatlah tidak membekas baik dalam ingatan. Kak Azis datang bekerja menggantikan Ayahnya yang sedang sakit, awalnya aku tidak tahu. Karena Papa sedang berada di luar kota, dan sepertinya Bi Anum sedang keluar belanja sayur ketika aku pulang dari sekolah. Kupikir dirinya adalah orang yang ingin merampok rumah, jadi aku berteriak sekerasnya.

"Tolong ada rampok! Tolong!"

"Ada di mana rampoknya?" tanyanya yang sudah berada di area teras.

"Di hadapan saya."

"Saya?" ulangnya lagi.

"Iya kamu mau ngerampok rumah saya kan? Tahu kalau hanya ada saya seorang di rumah ini, jadi kamu main masuk tanpa izin ke rumah saya."

"Kalau saya rampok pasti gak akan ngajak ngobrol kamu seperti ini."

Aku diam mencoba mencerna setiap perkataannya, "Benar juga," gumamku. "lalu kamu siapa? Ada kepentingan apa main masuk ke rumah orang tanpa izin,"

Yang ditanya malah balik bertanya, "Kamu sendiri siapa? Kalau ini memang rumahmu kenapa kamu gak masuk ke dalam, malah duduk di teras?"

Skakmat! Aku langsung naik pitam dengan pertanyaannya barusan. "Aku ini anak yang punya rumah! Aku gak bisa masuk ke dalam karena Bi Anum gak ada di dalam, sudah tiga kali aku ketuk pintu gak ada jawaban." jawabku sambil berkacak pinggang di hadapannya.

"Kamu gak ada tampang kalau kamu ini anak yang punya rumah. Bisa saja kamu juga mau ngerampok rumah ini." 

Oke fix, lelaki ini mengibarkan bendera perang di antara kami. Baru saja aku hendak berteriak minta tolong lagi, Bi Anum keburu datang dengan tergopoh-gopoh sambil menenteng plastik belanjaannya.

"Lho, Nak Flo sudah pulang? Bibi kira orang lain yang teriak-teriak? Nak Azis makasih ya, sudah mau datang hari ini. Tadi Ayahmu baru telpon kabari kalau Nak Azis yang menggantikan bekerja di rumah."

Aku melongo mendengar penjelasan Bi Anum, begitu pun lelaki di hadapanku yang kini ku ketahui bernama Azis.

*bersambung*


**Lanjutan cerita ini dapat dibaca di sini; Matahariku Part 2, dan Matahariku Part 3

Comments